Dulunya,
sekitar 5 tahun yang lalu ketika kami duduk di bangku kelas enam sekolah dasar
dia mengaku bahwa ibunya adalah seorang pengusaha yang punya banyak pabrik dan
sangat sukses, nyatanya? Tidak sama sekali!! Ibunya hanya seorang penjaga toko
milik keluarganya. Dia ku-cap pembohong, 3 tahun kemudian saat kami duduk di
bangku SMP tepatnya seminggu sebelum UNAS dia juga bilang dia akan bersekolah
di Singapore, katanya,
“Del,
nanti setelah lulus SMP, aku mau nerusin sekolah di luar negri, di Singapore!!”
katanya sumringah,
“oh
ya? Masa Kal?” aku pura-pura bertanya meski aku tau dia berbohong
“iya
lho, kalo gak percaya lihat saja nanti, kamu jangan kangen aku ya selama aku
nggak ada di Indonesia…”, dan aku hanya mengangguk-angguk…dalam hati aku
berkata ‘baguslah kalau kamu akan segera
pergi dari sini, tapi apa benar? Halah, jangan-jangan hanya membual’
dan nyatanya saat ini dia masih bersamaku di
Negara yang sama, di SMA yang sama. Dan sekarang, ketika kami telah menginjak
kelas tiga SMA apakah aku harus percaya pada omongannya yang segombal-gombal
langit itu?! Katanya sih dia mencintaiku, menyayangiku… halah, sampai mati aku
tak akan percaya padanya… tukang bohong!
Yapz,
dia berani sekali mengatakan cinta! Bahkan ketika akupun telah mengenakan
jilbab seperti ini, jilbab yang aku harap akan melindungiku dari godaan-godaan
para cowok ternyata tak mempan sama sekali, tunggu, apakah aku yang salah?lalu
apa? Aku sudah mengenakan jilbab yang tidak gaul-gaulan, yang menutupi dada
sesuai saran kak Memey sepupuku, hahh!. Lima hari sudah aku dikejar-kejar tidak
jelas oleh Haikal, lama-lama aku risih juga. Bayangkan saja aku harus
mengendap-endap kalau ingin ke kantin, apaan sih? Haikal sepertinya benar-benar
gila kepadaku, dia bilang “aku gak akan
melepas kamu Del..”, hwaaahh, apa maksudnya?menakutkan sekali… Aku tidak
mengerti kenapa dia mengatakan seperti itu.benar-benar cukup, sebenarnya aku
muak dengan kata-katanya, meskipun dulu aku memang pernah punya rasa yang aneh terhadapnya,
duluuu sekali, saat kami kelas satu SMA. Saat itu Haikal jadi agak pendiam
semenjak kebohongannya sewaktu SMP, entahlah… mungkin dia malu mengakui bahwa
dia masih berada di tanah air tercinta. Hahah, aku ingin tertawa saja waktu
itu, meskipun aku tak berani bertanya seperti..
“kok gak jadi ke Singapore, kenapa?”
Jawabannya
mungkin seperti ini
“oh, ibuku masih gak rela
ngelepasin aku merantau”
Heran,
jawabannya selalu terdengar sombong. Dan aku tak habis pikir kenapa dia selalu
berbohong. Apa itu semacam penyakit? Tapi anehnya aku tak pernah merasa dibohongi
saat dia berbohong, dia sok keren, sok cool…
padahal aku tau kalau dia BERBOHONG. Mungkin rasa itu sudah hilang dari waktu
ke waktu karena aku tau ini tidak ada gunanya, hingga saat ini aku tak pernah
merasakannya lagi,
# # #
“Del,
tunggu!” suara serak itu sudah kuhafal, siapa lagi kalau bukan Haikal.
Jena,
perempuan berjilbab yang berjalan di sampingku melirik ke arah belakang,
mungkin dia juga ikut merasa muak, karena hampir setiap hari Haikal mencegatku
seperti itu. Raut muka Jena menjadi kusut seperti baju belum disetrika. Aku
menoleh, dan “stop!” aku menghentikan langkahnya, “stop disitu, jangan maju
lagi!” tanganku mengisyaratkan agar badannya tak terlalu dekat dengan kami. Dia
menurut. Bahkan mundur.
“apa?!”
itu memang sebuah pertanyaan, tapi tak taulah, mungkin nadanya terlalu tinggi
hingga dia si Haikal tersentak kaget. Jena menyenggolku dan berbisik
“jangan
keras-keraass…”
Aku
meliriknya sebentar, suaraku memang sangat keras!
“e…e..ehm”
dan Haikal sepertinya langsung grogi setengah mampus, aku sok tidak peduli
saja, ini kesempatan terakhirku untuk mengusirnya dari hadapanku atau… dari
hidupku mungkin.
“kam-“
belum sempat kuteruskan dia menyanggah
“jangan
mengusirku!!”
to be continue....~_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar